Analisis Tren Industri Manufaktur Indonesia: Antara Kesiapan dan Tantangan Global
Jakarta, Agustus 2025 – Meskipun Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur Indonesia masih berada di zona kontraksi (49,2 pada Juli 2025), data terbaru menunjukkan peningkatan signifikan dalam impor bahan baku dan barang modal. Fenomena ini mengindikasikan strategi industri dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global sekaligus mempersiapkan ekspansi di masa mendatang.
Tren Impor yang Menarik
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS):
- Bahan baku/penolong: Naik 2,56% (yoy) menjadi US$82,75 miliar (Jan-Jun 2025)
- Barang modal: Melonjak 20,9% (yoy) mencapai US$23 miliar
Ariyo DP Irhamna, Peneliti Indef, menjelaskan dua faktor di balik tren ini:
- Front-loading impor untuk mengamankan stok akibat fluktuasi harga global dan nilai tukar rupiah.
- Investasi selektif di sektor tertentu seperti otomotif, makanan-minuman, dan elektronik yang masih melihat peluang ekspor.
“Peningkatan impor barang modal belum mencerminkan optimisme luas, melainkan strategi antisipatif,” tegas Ariyo.
Sektor yang Bertahan vs. yang Tertekan
1. Industri Makanan: Negosiasi Tarif dengan AS
Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) baru saja menandatangani komitmen impor biji gandum AS:
- Volume: 1 juta ton/tahun (2025-2030)
- Nilai: US$1,25 miliar (Rp20,2 triliun)
- Dampak: Membantu negosiasi penurunan tarif bea masuk AS dari 32% menjadi 19%.
2. Tekstil: Tekanan Produk Impor Murah
Menurut APSyFI, industri tekstil domestik masih kesulitan bersaing dengan:
- Predatory pricing produk China
- Membanjirnya bahan baku impor di pasar lokal
- Konsumsi masyarakat yang lebih memilih produk murah
“Kami masih mengandalkan stok lama karena pasar sangat kompetitif,” ungkap Farhan Aqil Syauqi, Sekjen APSyFI.
Proyeksi Pemulihan PMI Manufaktur
Ariyo memperkirakan pemulihan baru akan terjadi pada Q1-Q2 2026, didorong oleh:
- Stabilisasi harga komoditas global
- Efektivitas strategi antisipasi pelaku industri
- Potensi perbaikan permintaan ekspor
Implikasi Kebijakan
- Perlunya pengawasan ketat terhadap praktik dumping.
- Insentif fiskal untuk sektor yang masih bertahan seperti makanan-minuman.
- Diversifikasi sumber bahan baku untuk mengurangi ketergantungan impor.
Catatan: Data dan wawancara bersumber dari BPS, Indef, Aptindo, dan APSyFI per Agustus 2025.
Baca Juga:
Artikel ini disusun berdasarkan analisis data primer dan wawancara eksklusif. Dilarang menyalin tanpa izin.
