|

Krisis Daya Beli Masyarakat: Dari Fenomena Rojali hingga Ancaman Ketahanan Sosial

Jendela Magazine – Tren “Rombongan Jarang Beli” (Rojali) yang marak di kalangan anak muda urban bukan sekadar perubahan gaya hidup, melainkan cerminan krisis daya beli yang semakin dalam. Fenomena ini mengungkap ketidakmampuan masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah, untuk berpartisipasi dalam ekonomi konsumsi formal.

Rojali: Bukan Gaya Hidup, Tapi Sinyal Krisis

Menurut Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Rojali merupakan gejala sosial dari struktur ekonomi yang belum pulih pascapandemi.

“Ini bukan sekadar tren nongkrong hemat, melainkan bentuk adaptasi masyarakat yang terpaksa mengganti aktivitas konsumtif dengan hiburan visual dan eksistensial,” jelas Sri Mulyani, peneliti IDEAS.

Fakta yang mengkhawatirkan:

  • Pertumbuhan konsumsi rumah tangga kuartal I 2025 hanya 4,89%, lebih rendah dari rata-rata pra-pandemi (5,2-5,4%).
  • Inflasi Juni 2025 mencapai 1,87%, didorong kenaikan harga beras, ikan segar, dan kebutuhan pokok lainnya.
  • 4,6 juta orang pernah mengalami kelaparan pada 2024, dengan 2,8 juta di antaranya tidak makan sama sekali dalam sehari.

Akar Masalah: Daya Beli yang Terkikis

Beberapa faktor penyebab melemahnya konsumsi masyarakat:

  1. Gelombang PHK Masih Berlanjut
  • Juni 2025: 42.385 pekerja kehilangan pekerjaan (naik 32% YoY).
  • Penurunan peserta BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan menyusutnya tenaga kerja formal.
  1. Deindustrialisasi Senyap
    Kontraksi PMI manufaktur dan menipisnya tabungan masyarakat memperparah situasi.
  2. Inflasi yang Tidak Terkendali
    Kenaikan harga kebutuhan dasar membuat masyarakat semakin kesulitan memenuhi kebutuhan pokok.

Solusi yang Dibutuhkan: Dari Bawah ke Atas

IDEAS menyarankan pendekatan holistik untuk mengatasi krisis ini:

Stabilisasi Harga Pangan

  • Penguatan lumbung pangan kolektif
  • Revitalisasi pasar komunitas

Perlindungan Sosial Berbasis Kerakyatan

  • Padat karya tunai
  • Bantuan langsung tepat sasaran

Belanja Negara yang Berpihak

  • Alokasi anggaran untuk sektor kerakyatan
  • Program yang mendorong konsumsi produktif

“Kebijakan yang hanya mengandalkan diskon dan promosi ibarat menutup mata terhadap akar masalah. Yang dibutuhkan adalah transformasi sistemik,” tegas Sri.

Dampak Jangka Panjang: Ketahanan Sosial di Ujung Tanduk

Fenomena Rojali hanyalah puncak gunung es. Jika tidak segera diatasi, krisis ini berpotensi:

  • Memperlebar kesenjangan sosial
  • Menggerus ketahanan pangan rumah tangga
  • Memicu masalah kesehatan akibat gizi buruk

“Ini bukan sekadar angka statistik, melainkan nyawa dan masa depan jutaan keluarga,” pungkas Sri.