Kontroversi Kesejahteraan Pendidik: Antara Tanggung Jawab Negara dan Partisipasi Masyarakat
Jendela Magazine – Kontroversi Kesejahteraan Pendidik: Antara Tanggung Jawab Negara dan Partisipasi Masyarakat
Jendela Magazine – Jakarta, 12 Agustus 2025 – Pernyataan kontroversial Menteri Keuangan Sri Mulyani mengenai rendahnya gaji pendidik di Indonesia memicu perdebatan sengit di kalangan praktisi pendidikan dan pengamat kebijakan publik. Dalam pidatonya di ITB (9/8/2025), Menkeu menyoroti tantangan pengelolaan keuangan negara untuk memenuhi kesejahteraan guru dan dosen.
Dua Wajah Kesejahteraan Pendidik
Pengamat pendidikan Ina Liem menjelaskan adanya disparitas besar antara status pengajar:
- Guru/Dosen ASN: Gaji Rp2-7 juta/bulan plus tunjangan
 - Guru Honorer: Hanya Rp200-300 ribu/bulan
 
“Masalah sebenarnya terletak pada sistem rekrutmen di daerah,” tegas Ina kepada Jendela Magazine. “Banyak pemda sengaja tidak mengajukan formasi PPPK/ASN karena guru honorer sering dijadikan alat politik.”
Masalah Sistemik Pengelolaan Dana Pendidikan
Anggaran pendidikan 20% APBN (Rp724,3 triliun di 2025) ternyata tidak menjamin kesejahteraan pendidik karena beberapa faktor:
- Ketidaktransparanan Dana BOS (Rp53,38 triliun) yang seharusnya bisa menopang gaji honorer
 - Penyalahgunaan anggaran untuk proyek fisik berulang (renovasi, pengecatan) tanpa peningkatan kualitas
 - Lemahnya pengawasan oleh pemda dan DPRD
 
Solusi Fundamental yang Ditawarkan
Ina menyarankan langkah-langkah strategis:
✓ Penghapusan sistem honorer dan konversi ke status tetap
✓ Pemetaan kebutuhan guru berbasis data transparan
✓ Seleksi ketat dengan standar kompetensi tinggi
✓ Penguatan sistem pengawasan penggunaan dana pendidikan
Polemik Pernyataan Sri Mulyani
Pernyataan Menkeu tentang perlunya “partisipasi masyarakat” dalam menyejahterakan guru menuai kritik karena:
- Tidak dijelaskan bentuk konkret partisipasi yang dimaksud
 - Berpotensi mengalihkan tanggung jawab negara
 - Tidak menyentuh akar masalah tata kelola anggaran
 
Analisis Kebijakan Pendidikan
Dr. Ahmad Faisal, pakar kebijakan publik UI, memberikan perspektif:
“Masalahnya bukan pada besaran anggaran, tapi pada governance. Negara perlu:
- Memutus mata rantai politisasi guru honorer
 - Menerapkan sistem meritokrasi dalam rekrutmen
 - Membangun mekanisme akuntabilitas dana pendidikan
Tanpa ini, penambahan anggaran justru berpotensi memperbesar kebocoran.” 
Dampak terhadap Kualitas Pendidikan
Rendahnya kesejahteraan guru honorer berimplikasi pada:
- Menurunnya motivasi mengajar
 - Maraknya praktik ‘mengajar sampingan’
 - Ancaman gagalnya target Generasi Emas 2045
 
Tantangan ke Depan
Pemerintah dihadapkan pada pilihan sulit:
- Meningkatkan alokasi anggaran pendidikan
 - Atau memperbaiki tata kelola anggaran existing
 - Serta melakukan reformasi sistemik rekrutmen pendidik
 
Catatan Redaksi
Isu kesejahteraan pendidik memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan:
✔ Kementerian Keuangan
✔ Kementerian Pendidikan
✔ Pemerintah Daerah
✔ Lembaga pengawas
✔ Masyarakat sipil
Tanpa kolaborasi multisektor, masalah klasik ini akan terus berulang dan menghambat peningkatan kualitas pendidikan nasional.
(Jendela Magazine/Tim Riset Pendidikan)
