Kontroversi Pengadaan 15.000 Laptop untuk Sekolah Rakyat: Solusi atau Bumerang?
Jendela Magazine –Program pengadaan 15.000 laptop untuk siswa Sekolah Rakyat oleh Kementerian Sosial (Kemensos) menuai pro dan kontra. Dengan anggaran Rp140 miliar dari total Rp7 triliun dana APBN, kebijakan ini muncul di tengah sorotan kasus korupsi pengadaan laptop di Kemendikbudristek era Nadiem Makarim.
Niat Baik yang Disangsikan
Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menegaskan, laptop dibutuhkan untuk mendukung sistem pembelajaran berbasis Learning Management System (LMS) di Sekolah Rakyat. “Siswa dari keluarga miskin ekstrem harus mendapat fasilitas setara sekolah unggulan,” ujarnya kepada BBC News Indonesia (11/8/2025).
Namun, pengamat pendidikan Ubaid Matraji menilai langkah ini keliru prioritas. “Dana sebesar itu lebih baik dialokasikan untuk pelatihan guru, perbaikan infrastruktur sekolah, atau kurikulum berbasis kearifan lokal,” tegasnya.
Sekolah Rakyat vs Realita Lapangan
Tri Yuli Setyoningrum, Kepala Sekolah Rakyat Menengah Akhir 18 Blora, mengaku sangat membutuhkan laptop untuk sistem pembelajaran multi-entry dan multi-exit. “Dengan LMS, kami bisa memantau perkembangan individual siswa,” jelasnya.
Namun, Siti Musyarofah (49), orang tua murid, mengungkapkan anaknya hanya bisa mengakses laptop di sekolah. “Di rumah tidak ada, jadi manfaatnya terbatas,” katanya.
Mengapa Pengadaan Laptop Rentan Korupsi?
Anwar Razak, Direktur Riset KOPEL Indonesia, membeberkan modus korupsi pengadaan laptop yang kerap terjadi:
- Persekongkolan lelang – Pejabat dan vendor mengatur pemenang tender sejak awal.
 - Spesifikasi tidak sesuai – Barang dibeli dengan kualitas di bawah standar.
 - Markup harga – Harga dinaikkan dari nilai pasar.
 - Pengadaan fiktif – Laptop tidak pernah dibeli, tapi dana sudah dicairkan.
 
Kasus serupa pernah terjadi di Kemendikbudristek (kerugian Rp2 triliun), PT INTI (Rp180 miliar), dan sejumlah daerah seperti Banten dan Lombok Timur.
Jaminan Transparansi dari Kemensos
Gus Ipul berjanji proses pengadaan akan diawasi aparat penegak hukum. “Saya tidak mau ada intervensi atau kongkalikong,” tegasnya. Namun, Ubaid Matraji skeptis: “Janji ini sering diucapkan, tapi korupsi tetap terjadi.”
Prioritas yang Dipertanyakan
Data Kemendikdasmen 2024/2025 menunjukkan:
- 60,3% ruang kelas SD dalam kondisi rusak.
 - 50% ruang kelas SMP butuh perbaikan.
 
“Daripada beli laptop, lebih baik perbaiki sekolah yang hampir roboh,” kritik Ubaid.
Proyek Politis atau Solusi Pendidikan?
Gus Ipul menyebut Sekolah Rakyat sebagai bagian dari program pengentasan kemiskinan terpadu. Namun, publik curiga ini hanya proyek mercusuar menjelang Pilkada 2026.
Catatan Redaksi:
Kebijakan ini bisa menjadi terobosan jika benar-benar transparan. Namun, jika gagal, bukan hanya uang negara yang hilang, tapi juga masa depan 15.000 anak miskin yang dikorbankan.
