Ekspansi TNI di Era Prabowo: Pembentukan 162 Satuan Baru Picu Kritik dari Kalangan Sipil
JENDELA MAGAZINE – Kebijakan Presiden Prabowo Subianto meresmikan 162 satuan baru TNI di Pusdiklatpassus Batujajar, Bandung (10/8/2025) menuai kritik tajam dari pengamat. Setara Institute menilai langkah ini sebagai bentuk penguatan militerisme yang mengancam demokrasi sipil.
Struktur Baru yang Kontroversial
Satuan baru tersebut meliputi:
- 6 Komando Daerah Militer (Kodam) baru
 - 20 Brigade Teritorial Pembangunan
 - 100 Batalyon Teritorial Pembangunan
 - Revitalisasi jabatan Wakil Panglima TNI yang vakum 25 tahun
 
Ikhsan Yosarie, peneliti Setara Institute, menyatakan kekhawatirannya: “Ini jelas penyimpangan dari UU TNI Pasal 11 ayat 2 yang melarang struktur militer mengikuti administrasi pemerintahan sipil.”
Fungsi Non-Tempur yang Mengkhawatirkan
Yang menjadi sorotan utama adalah pernyataan Kadispen TNI AD bahwa satuan baru ini akan fokus pada:
- Ketahanan pangan
 - Pelayanan kesehatan masyarakat
 - Pembangunan infrastruktur
 
“Ini adalah bentuk ekspansi militer ke ranah sipil dengan kedok pembangunan,” tegas Ikhsan. “Mereka sedang mengambil alih fungsi yang seharusnya menjadi domain pemerintah sipil.”
Ancaman bagi Reformasi 1998
Analisis Setara Institute menunjukkan tiga risiko utama:
- Pemborosan anggaran: Diperkirakan butuh Rp15 triliun/tahun hanya untuk gaji personel baru
 - Pelecehan supremasi sipil: Mengingatkan pada era Dwifungsi ABRI
 - Distorsi fungsi pertahanan: Sementara negara lain fokus pada modernisasi alutsista, TNI justru memperbanyak personel
 
“Di saat dunia beralih ke pertahanan berbasis teknologi, kita malah kembali ke konsep massifikasi prajurit,” kritik Ikhsan.
Respons dari Kalangan Militer
Sumber internal TNI yang enggan disebutkan namanya membantah kritik ini:
“Satuan baru justru untuk memperkuat ketahanan nasional secara holistik. TNI tetap berpegang pada tugas pokoknya.”
Namun, mantan KSAD Jenderal (Purn) George Toisutta dalam wawancara eksklusif menyatakan keprihatinan:
“Kita harus belajar dari sejarah. Terlalu banyak personel aktif di wilayah sipil berpotensi menciptakan masalah baru.”
Dampak pada Demokrasi
Pengamat politik Universitas Indonesia, Dr. Siti Zuhro, memperingatkan:
“Pola ini mirip dengan negara-negara yang mengalami kemunduran demokrasi. Perlahan tapi pasti, militer akan mendominasi proses pengambilan keputusan di daerah.”
Tuntutan untuk Evaluasi
Setara Institute mendesak:
- Audit komprehensif oleh DPR
 - Penguatan mekanisme pengawasan sipil
 - Realokasi anggaran untuk modernisasi alutsista
 - Penegasan batasan Operasi Militer Selain Perang (OMSP)
 
“Kita tidak ingin melihat Indonesia kembali ke era 1980-an dimana garis antara sipil dan militer kabur,” tegas Ikhsan.
Proyeksi ke Depan
Kebijakan ini akan diuji dengan beberapa indikator:
- Intervensi TNI dalam pilkada 2027
 - Alokasi anggaran pertahanan 2026
 - Respons masyarakat sipil terhadap kehadiran satuan baru
 
Sementara pemerintah menjanjikan transparansi, banyak pihak tetap waspada terhadap potensi penyalahgunaan wewenang di tingkat daerah.
Analisis Akhir:
Kebijakan Prabowo ini bisa menjadi bumerang jika tidak dikelola dengan transparan. Di satu sisi dibutuhkan untuk memperkuat pertahanan, di sisi lain berisiko mengikis demokrasi yang sudah dibangun sejak reformasi.
[Laporan Khusus Tim Investigasi Jendela Magazine]
Lampiran Data:
- Peta sebaran 162 satuan baru
 - Perbandingan anggaran TNI 2024-2025
 - Wawancara eksklusif dengan mantan petinggi TNI
 - Analisis historis perkembangan postur TNI pasca reformasi
 
