Perjanjian Helsinki: Kisah Diplomasi yang Mengubah Wajah Aceh
Jendela Magazine – Dua puluh tahun silam, sebuah meja perundingan di Helsinki, Finlandia, menjadi saksi bisu perjalanan panjang perdamaian Aceh. Perjanjian yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005 itu tidak hanya mengakhiri konflik bersenjata selama 29 tahun, tetapi juga membuka babak baru otonomi khusus bagi wilayah paling barat Indonesia tersebut.
Jalan Berliku Menuju Perdamaian
Perundingan Helsinki merupakan puncak dari lima putaran dialog intensif antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Proses ini dimediasi oleh mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari, yang dikenal dengan ketegasannya dalam menjaga netralitas.
Tim Negosiasi Kunci:
- Pemerintah Indonesia:
 - Hamid Awaluddin (Ketua Tim, Menteri Hukum dan HAM)
 - Sofyan Djalil (Menteri Komunikasi dan Informasi)
 - Farid Husain (Deputi Menko Kesra)
 - Gusti Agung Wesaka Pudja (Dirjen HAM Deplu)
 - Usman Basyah (Deputi Menko Polhukam)
 - Gerakan Aceh Merdeka:
 - Malik Mahmud (Perdana Menteri GAM)
 - Zaini Abdullah (Menteri Luar Negeri GAM)
 - Bachtiar Abdullah (Juru Bicara GAM)
 
Momen Kritis dalam Perundingan
- Pertemuan Pertama yang Emosional
 
- Situasi tegang sempat membuat pembahasan substansi tertunda
 - Perdebatan tentang bahasa pengantar akhirnya disepakati menggunakan Bahasa Melayu
 
- Batas Merah Pemerintah
 
- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan mandat jelas: “Apa pun boleh dinegosiasikan, kecuali kemerdekaan.”
 - “Referendum tidak mungkin. Tapi otonomi khusus, pembangunan ekonomi, dan hak politik bisa dibahas,” tegas JK dalam wawancara eksklusif.
 
- Deadlock Partai Lokal
 
- Permintaan GAM untuk mendirikan partai politik lokal sempat membuat perundingan mentok
 - Solusi: Pemerintah bersedia mengajukan revisi UU ke DPR
 
Peran Penting Martti Ahtisaari
Mediator asal Finlandia ini dikenal dengan gaya kepemimpinannya yang tegas:
- Tidak segan mengetuk meja dengan pensil saat suasana memanas
 - “Gentlemen, kita di sini untuk mencari solusi. Jika mau berkelahi, silakan keluar!” (sering diucapkan Ahtisaari)
 
Poin-Poin Kunci Perjanjian
- Keamanan:
 
- Penarikan pasukan non-organik TNI/Polri
 - Perlucutan senjata GAM
 
- Politik:
 
- Pembentukan partai politik lokal
 - Pemilihan kepala daerah langsung
 
- Hukum:
 
- Pemberian amnesti bagi mantan kombatan
 - Reintegrasi anggota GAM
 
- Ekonomi:
 
- Otonomi khusus dengan porsi 70% penerimaan migas untuk Aceh
 - Pembentukan Badan Reintegrasi Aceh
 
Warisan Perjanjian Helsinki
- UU No. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh menjadi landasan hukum otonomi khusus
 - Tingkat konflik berkurang drastis: dari 3.000 korban jiwa (1999-2004) menjadi <50 kasus (2006-2024)
 - Pertumbuhan ekonomi Aceh rata-rata 5,2% per tahun pasca-perdamaian
 
#DamaiUntukAceh #20TahunHelsinki #SejarahIndonesia
