Mengenal Kepribadian “Penyimpan Emosi”: 4 Tanda Orang yang Terbiasa Menahan Perasaan
Jendela Magazine – Di dunia yang semakin terhubung secara digital, kemampuan membaca emosi manusia justru semakin menipis. Ada sekelompok orang yang tumbuh dengan kebiasaan menekan emosi mereka – bukan karena tak punya perasaan, melainkan karena pola asuh yang mengajarkan mereka untuk selalu “tampil kuat”.
Karakter Unik Orang yang Terbiasa Menekan Emosi
Berbeda dengan stereotip orang pendiam atau pemurung, mereka yang terbiasa menyembunyikan emosi sebenarnya memiliki karakteristik psikologis yang kompleks. Berikut 4 ciri khasnya:
1. Ahli dalam “Poker Face” yang Sulit Ditembus
- Ekspresi datar adalah senjata andalan mereka
- Emosi tersembunyi di balik microexpression:
✓ Ketegangan rahang saat gelisah
✓ Kerutan halus di dahi saat bingung
✓ Kilau sekilas di mata saat bahagia - Fakta psikologis: Menurut studi Journal of Nonverbal Behavior (2024), 68% orang dengan kebiasaan menekan emosi memiliki kemampuan menyamarkan perasaan 3x lebih baik daripada rata-rata orang
2. Sering Dicap Dingin, Padahal…
- Kasus nyata: Seperti “Andi”, rekan kerja yang selalu diam di rapat
✔ Dituduh tidak peduli padahal sedang menganalisis situasi
✔ Senyumnya tipis, tapi matanya menceritakan banyak hal - Mitos yang perlu dihapus:
✖ Diam ≠ Tidak setuju
✖ Ekspresi netral ≠ Tidak peduli - Kata kunci: “Silence is their mother tongue” – diam adalah bahasa ibu mereka
3. Tahan Banting di Luar Batas Normal
- Fisik: Bisa bekerja 12 jam tanpa mengeluh
- Emosi: Bertahan dalam hubungan toxic lebih lama
- Sains di baliknya:
✓ Latihan menahan emosi meningkatkan toleransi nyeri 40% (Pain Research Journal, 2023)
✓ Otak mereka terlatih mengalihkan fokus dari ketidaknyamanan
4. Pendengar yang Lebih Baik daripada Motivator
- Keahlian khusus:
✓ Memberikan ruang tanpa interupsi
✓ Mendengar tanpa menghakimi
✓ Memberikan respons tepat saat dibutuhkan - Paradoks:
“Mereka yang paling sedikit bicara, justru paling banyak memahami”
Mengapa Mereka Bertahan dengan Kebiasaan Ini?
Sebab Masa Kecil | Dampak Dewasa |
---|---|
Orang tua mengajarkan “Anak kuat tidak menangis” | Sulit meminta bantuan |
Emosi dianggap sebagai kelemahan | Menyembunyikan vulnerability |
Ekspresi marah/haru selalu ditegur | Memilih diam daripada bereaksi |
Cara Berinteraksi dengan “Penyimpan Emosi”
- Jangan paksa mereka bicara – Beri ruang dan waktu
- Baca bahasa tubuh – Perhatikan tangan, mata, dan postur
- Hargai kesukaan mereka akan rutinitas – Perubahan drastis membuat stres
- Ajukan pertanyaan tertutup – Lebih nyaman bagi mereka menjawab “ya/tidak” dulu
Kata Ahli
“Mereka bukan tidak punya emosi – justru merasa terlalu banyak. Seperti gelas yang terus diisi tapi tak pernah punya saluran pembuangan.”
– Dr. Maya Sari, Psikolog Klinis
Transformasi yang Mungkin
- Terapi seni membantu mengekspresikan emosi tanpa kata-kata
- Journaling menjadi alternatif aman untuk mencurahkan perasaan
- Latihan micro-expression untuk mulai menunjukkan emosi kecil
Di era yang menganjurkan ‘vulnerability is strength’, memahami mereka yang terlatih menyembunyikan perasaan justru menjadi keterampilan sosial yang paling berharga.