Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji: Yaqut Dicegah ke Luar Negeri, KPK Perluas Penyidikan

Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji: Yaqut Dicegah ke Luar Negeri, KPK Perluas Penyidikan

KPK resmi memberlakukan larangan bepergian ke luar negeri terhadap mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas seiring eskalasi penyidikan dugaan korupsi kuota haji. Kasus ini berpotensi menambah daftar panjang skandal pengelolaan haji di Indonesia, mengingat dua pendahulu Yaqut—Said Agil Husin Al Munawar (2006) dan Suryadharma Ali (2014)—pernah dihukum penjara karena kasus serupa.

Dugaan Kerugian Negara Capai Rp1 Triliun

Berdasarkan penyelidikan sementara, KPK memperkirakan kerugian negara mencapai Rp1 triliun, terutama dari selisih alokasi kuota haji reguler vs. khusus. Kementerian Agama menyatakan akan kooperatif dengan proses hukum, meski belum ada penetapan tersangka.

Akar Masalah: Pembagian Kuota yang Bermasalah

Kasus ini berawal dari tambahan kuota 20.000 jemaah dari Arab Saudi pada 2024. Alih-alih mengikuti aturan UU 8/2019 (92% kuota reguler, 8% khusus), Kemenag justru membagi 50:50 melalui SK Menteri Agama No. 130/2024.

KPK menduga kebijakan ini melanggar hukum dan membuka peluang mark-up biaya. Penyidik juga menemukan fakta bahwa sejumlah pejabat Kemenag bertemu dengan pengusaha travel haji tak lama setelah kuota tambahan ditetapkan.

Meski Yaqut tidak hadir dalam pertemuan tersebut, sebagai pimpinan tertinggi Kemenag, ia turut diperiksa sebagai saksi pada 7 Agustus 2025. Empat hari kemudian, KPK mengeluarkan surat pencegahan ke luar negeri terhadapnya.

Mengapa Korupsi Haji Terus Berulang?

Ini bukan pertama kalinya Kemenag tersandung kasus korupsi haji. ICW mencatat setidaknya 9 kasus korupsi di Kemenag sepanjang 2019-2023, meliputi:

  • Pengadaan barang/jasa
  • Penyaluran dana bantuan pendidikan madrasah
  • Pengelolaan dana haji

Lemahnya Sistem Pengawasan

Transparency International Indonesia dan ICW menyoroti kegagalan sistem pengawasan internal, terutama setelah pembubaran Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) pada 2018. Padahal, lembaga ini sebelumnya memiliki wewenang kuat, termasuk:
✔ Memantau penggunaan dana haji
✔ Melaporkan dugaan korupsi ke DPR/KPK
✔ Melakukan inspeksi langsung

Kini, pengawasan hanya bergantung pada Inspektorat Jenderal Kemenag, yang dinilai tidak independen karena berada di bawah menteri.

Potensi Kebocoran Anggaran Lain di Kemenag

Dengan anggaran Rp66,2 triliun (2025), Kemenag menjadi kementerian terbesar kelima setelah Pertahanan, Polri, Kesehatan, dan Sosial. Celah korupsi tidak hanya ada di kuota haji, tetapi juga:

1. Pengadaan Makanan & Transportasi Haji 2025

  • Dugaan monopoli: Dua perusahaan transportasi pemenang lelang ternyata dimiliki orang yang sama (nilai kontrak Rp667,58 miliar).
  • Pungli katering: Oknum diduga memotong Rp3.400 per porsi, berpotensi rugikan negara Rp51 miliar.
  • Pengurangan porsi makan: Jika ada pemotongan Rp17.000 per jemaah, kerugian bisa mencapai Rp306 miliar.

2. Swakelola Pengadaan Barang/Jasa

Kemenag menempati peringkat ke-4 dalam rencana pengadaan pemerintah dengan pagu Rp21 triliun. Problem muncul karena tingginya anggaran swakelola (tanpa lelang) yang rentan manipulasi.

Tuntutan Reformasi Tata Kelola Haji

Para pengamat mendesak perubahan sistemik, termasuk:
🔹 Revitalisasi pengawasan independen (misal: menghidupkan kembali KPHI).
🔹 Transparansi alokasi kuota & anggaran melalui platform terbuka.
🔹 Pelibatan masyarakat sipil & akademisi dalam pengawasan.

Respons Kemenag

Wakil Menteri Agama Raden Muhammad Syafi’i hanya menyatakan kesediaan berkoordinasi dengan KPK, tanpa memberi klarifikasi lebih lanjut.

Dampak terhadap Calon Jemaah Haji

Kasus ini memperparah antrean panjang haji reguler yang sudah mencapai puluhan tahun. Jika korupsi terus terjadi, bukan tidak mungkin biaya haji akan semakin membengkak, sementara kualitas layanan justru menurun.

Apa Langkah Selanjutnya?

KPK diperkirakan akan menetapkan tersangka dalam waktu dekat. Jika Yaqut terbukti terlibat, ia bisa menjadi menteri ketiga dari Kemenag yang masuk bui karena korupsi haji.